KOMPAS.com - "Syukurlah dokter, bukan jantung. Saya takut dok, kalau ini gejala jantung, Ayah saya dulu meninggal kabarnya karena serangan jantung," kata seorang pasien di ruang praktek suatu sore. Pasien kelihatan senang sekali waktu saya beritahu, keluhannya itu bukan suatu gejala jantung.
"Kalau begitu sakit apa dokter?" Tanya pasien sambil tetap memegang dadanya yang menurut dia terasa panas sekali, dan menyesak.
"Kemungkinan karena asam lambung Ibuk yang mengalami refluks atau keluar dari lambung, kemudian masuk ke dalam kerongkongan dalam rongga dada Ibuk, itu yang menyebabkan rasa panas di dada Ibu," saya mencoba menerangkan dengan sederhana.
"Oooh, hanya itu ya dok, tapi kok bisa dok?" Sanggah pasien lagi penuh heran. "Banyak penyebabnya, termasuk apa yang Ibu makan, banyaknya, dan bahkan cara Ibuk makan," jawab saya. " Oke lah dok, kalau hanya karena itu," ungkapnya sambil senyum dan beranjak dari kursinya keluar dari kamar periksa.
Pasien seorang Ibu, usia 40 tahun, mengeluh rasa nyeri, panas di dadanya yang disertai mual, menyesak di bagian ulu hatinya, kadang disertai sendawa, cegukan. Keluhan ini sudah lama dan sering dirasakan pasien. Tetapi sore itu keluhannya terasa lebih berat dan pasien takut sekali kalau itu gejala dari serangan jantung. Waktu saya katakan bukan jantung, pasien senang sekali, tetapi ketika saya beritahu, ini ada kaitannya dengan kebiasaan, pola makan dia, perutnya yang juga buncit, pasien seolah-olah tidak percaya.
Bahkan, waktu saya mengatakan kepada pasien, "kalau takut sakit jantung, harus sayangi perutnya, pilih-pilih yang akan dimasukkan ke dalamnya." Lalu, apa jawabannya? "Kapan lagi mau makan enak dok? Selagi selera masih ada. ..........."
Selagi selera masih ada, selagi masih sehat, selagi masih punya, selagi masih ada kesempatan, dan banyak "selagi" lagi," ungkapan yang sering saya dengar untuk mentolerir, membenarkan kebiasaan, pola makan kita selama ini, meskipun mereka tahu bahwa itu tidak sehat.
Seperti pasien di atas, sangat takut dengan sakit jantung, tetapi kelihatannya tidak begitu peduli dengan perutnya sering saya lihat. Padahal, apa yang ada dalam piring Anda, apa yang Anda masukkan ke dalam perut Anda sangat menentukan apa yang akan terjadi pada jantung Anda. Apa yang baik untuk perut Anda pada dasarnya juga baik untuk jantung Anda.
Pasien ini, menurut ceritanya, siang hari sebelumnya baru saja menghadiri undangan perkawinan tetangganya. Kira-kira dua jam setelah itu, pasien baru merasa dadanya sakit, menyesak, disertai mual.
Waktu saya tanya, "makan apa saja di sana Bu?" "Ya, dokter, kebetulan hidangannya kelihatannya enak semua, saya cicipi dan makan semuanya."